BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Urin atau bisa juga disebut sebagai air seni atau air kencing adalah cairan sisa
dari hasil metabolisme tubuh yang di ekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi
urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung
kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Sitem
urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sistem ini
mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan
urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang
mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:
1. Filtrasi Glomerular,
yaitu filtrasi plasma darah oleh
Glomerulus
2. Reabsorpsi tubular,
melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat –zat seperti garam,
air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3. Sekresi peritubular,
sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus, proses sekresi ini
mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organic dan ion hydrogen,
yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat –
zat yang mungkin merugikan.
Fungsi utama
urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh. Anggapan umum bahwa urin adalah zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan
adanya zat sisa metabolisme tubuh yang harus dibuang karena zat sisa tersebut
akan menimbulkan racun dalam tubuh jika tidak dibuang.
Urin tidak hanya merupakan cairan
buangan hasil metabolisme yang harus dibuang karena merupakan cairan tidak
berguna, namun urin juga bisa digunakan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit
atau infeksi yang terjadi dalam tubuh seseorang misalnya seseorang tersebut
menderita suatu penyakit di area genitalia atau infeksi saluran kemih maka pada
pemeriksaan urin akan ditemukan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
tesebut. Dalam urin terdapat mikroorganisme karena pada organ genitalia,
saluran kemih terdapat flora normal di dalamnya namun jika terjadi suatu
infeksi, maka dapat dipastikan bahwa ada flora lain yang menyebabkan infelsi
tersebut.
Diagnosa penyakit tidak hanya bisa
ditentukan dengan adanya mikroorganisme, namun juga bisa ditentukan dengan
ditemukannya senyawa-senyawa yang ada dalam urin. Senyawa-senyawa tersebut akan
diputuskan sebagai diagnostik suatu penyakit jika kadarnya dalam urin
berlebihan.
1.2 Rumusan Masalah
-
Bagaimana pemeriksaan urinalisis ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
umum : untuk
mengetahui proses pemeriksaan urinalisis
Tujuan
khusus : untuk
mengetahui proses pemeriksaan urinalisis, hasil pemeriksaan urinalisis, dan
diagnostik penyakit dari pemeriksaan urinalisis
BAB
2
Landasan
teori
2.1 Pengertian
Urinalisis merupakan
salah satu pemeriksaan laboratorium yang memeriksa senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam urin. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.
Manfaat pemeriksaan
urinalisis antara lain:
1. Diagnostik
infeksi saluran kemih
2. Pemeriksaan
batu ginjal
3. Pemeriksaan
ginjal
4. Skrining
kesehatan
5. Evaluasi
berbagai penyakit ginjal
6. Memantau
perkembangan penyakit ginjal
2.2 Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan
dengan mengamati keadaan yang ada pada sampel urin meliputi:
1.
Warna
Urin
normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit atau infeksi.
·
Urin normal berwarna kuning karena pigmen
urokrom dan urobilin.
·
Urin encer hampir tidak berwarna
·
Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo
matang
Beberapa keadaan warna urin dan
penyebabnya adalah :
·
Merah : Penyebab
patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
·
Oranye : Penyebab
patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran
kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
·
Kuning : Penyebab
patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik
: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
·
Hijau : Penyebab
patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik :
preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
·
Biru : tidak ada
penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
·
Coklat : Penyebab
patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa,
nitrofuran, beberapa obat sulfa.
·
Hitam atau hitam
kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi,
fenol.
2. Berat jenis
Pengukuran
berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer. Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot
jenis dari urine dan ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer
memiliki skala 1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada
temperatur 60oF atau 15,5 oC.
Prosedur
pemeriksaan:
40
mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur, lepas pelan-pelan urinometer ke dalam
gelas ukur.
Pembacaan:
Rumus
: berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001
3. pH urin
pH urin
adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang dicelupkan ke dalam
urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan pada skala pH yang ada pada
bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa harus memiliki pH asam karena
jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak
karena aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum
menjadi amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut membutuhkan
waktu tidak 1 menit 2 menit jadi bisa dikatakan jika ph urin tersebut sudah
berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut juga
sudah berubah baik bentuk maupun struktur kimia (rusak, teroksidasi, kadar
turun, dll) sehingga tidak baik digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk
pemeriksaan.
4. Kejernihan urin
Kekeruhan
biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam)
atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin.
5. Volume
urin
Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini
tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik
individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek
diuretic.
6. Buih
Pada urin
normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan buih namun
jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja dikeluarkan
langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein. Pada urin
yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin.
7. Bau
Urin normal
beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan.
2.3 Pemeriksaan mikroskopis
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik
urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan
mikroskopis dilakukan dengan memutar (centrifuge) urin lalu mengamati endapan
urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur organik
(sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir; unsur
anorganik (kristal, garam amorf); elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit
Trichomonas sp., spermatozoa).
1. Eritrosit
Dalam
keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah eritrosit yang
meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran
kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.
2. Leukosit
Dalam
keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0 – 4 sel. Peningkatan jumlah
lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.
3. Epitel
Ini
adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran
kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari
kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.
4. Silinder (cast)
Ini
adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang terbentuk di tubulus
ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder
granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder
lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang
ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau
kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal.
5. Kristal
Dalam
keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama urine (misal
oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering
tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf
dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan
konsentrasi urin (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai
jika kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu
ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui
keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan
terbentuk batu.
6.
Benang
lendir
Ini
didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih.
2.4 Pemeriksaan
kimia
a. Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan
benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urin dan kemudian
dipanaskan. Hasilnya adalah larutan yang
semula berwarna biru menjadi biru kehijauan. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya endapan merah bata. Benedict spesifik dengan gula pereduksi.
Sehingga apabila hasil uji glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata
karena ada endapan yang terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut
mengandung gugus OH bebas yang reaktif. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Berikut ini
adalah skala uji pemeriksaan glukosa:
No.
|
Warna
|
Hasil
|
1.
|
Biru
|
negatif
|
2.
|
Biru
kehijauan
|
Ada gula
|
3.
|
Kuning
kehijauan
|
1+
|
4.
|
Coklat
kehijauan
|
2+
|
5.
|
Jingga-kuning
|
3+
|
6.
|
Merah bata
dengan endapan
|
4+
|
b. Protein
Untuk
mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada percobaan ini menggunakan
reagen millon. Setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes reagen millon
maka larutan yang awalnya berwarna putih keruh, tetap tidak terjadi perubahan
yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh.
Reaksi
negatif dari reagen millon karena tidak terbentuknya ikatan antara Hg dari
pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine, sehingga
tidak didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan
reagen millon yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 →
Hg(NO3)2
+ Cl2
(merkuri
klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)
c. Pigmen Empedu
Untuk
mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup dengan mengocok
tabung reaksi yang berisi urin dengan baik dan benar. Hasilnya terdapat buih
yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif jika buih yang dihasilkan berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi
positif ditandai dengan buih berwarna kuning.
ANALISIS DIPSTICK
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
PROSEDUR TES
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian
Urinalisis adalah tes
yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran
kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah
tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Sebelum menilai hasil analisa urine, perlu diketahui tentang proses
pembentukan urine. Urin merupakan hasil
metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat
120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi,
difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urine per
menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan
urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan
untuk mengetahui kelainan-kelainan di pelbagai organ tubuh seperti hati,
saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain (dr.Wirawan,
Tanpa Tahun).
Pada praktikum urinalisis ini, praktikan
melakukan pengujian terhadap urin laki-laki. Praktikum ini meliputi beberapa
pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urin, berat jenis, dan pH), analisis
kimia (uji glukosa, uji protein, dan pigmen empedu), serta analisis mikroskopis.
Bahan urin yang diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan pengumpulan bahan urin segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori oleh bahwa apabila terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil
yang keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar
glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit,
urin menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif.
Urinalisis, istilah
untuk tes urine umum, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan seseorang, mendiagnosis
kondisi medis seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang. Tidak semua
tes pada urine disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes narkoba. Berdasarkan hasil
urinalisis, kita akan mengetahui apakah kondisi kita baik atau buruk secara
medis, biasanya dibuat berdasarkan tiga pemeriksaan, yaitu analisis fisik, analisis kimiawi, dan
analisis mikroskopis (Husada, 2010).
Sifat – sifat urine adalah:
1.
Volume urin normal
orang dewasa 600 – 25000 ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu
luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan
kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.
2. Berat jenis berkisar antara 1,003 – 1,030
3. Reaksi urin biasanya asam dengan pH kurang dari 6(berkisar 4,7 – 8). Bila masukan
protein tinggi, urin menjadi asam sebab fosfor dan sulfat berlebihan dari hasil
metabolism protein.
4. Warna urin normal adalah kuning pucat atau ambar. Pigmen utamanya urokrom,
sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada keadaan demam, urin berwarna kuning
tua atau kecoklatan. Pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urin menjadi
hijau, coklat atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi warna seperti asap
sampai merah pada urin.
5. Urin segar beraroma sesuai dengan zat – zat yang dimakannya.
Unsur – unsur normal
dalam urine misalnya adalah:
1.
Urea yang lebih dari 25
– 30 gram dalam urin.
2. Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urin segar
3. Kreatinin dan keratin, normalnya 20 – 26 mg/kg pada laki – laki, pada perempuan 14 – 22 mg/kg.
4. Asam urat, adalah hasil akhir terpenting oksidasi purine dalam tubuh
5. Asam amino, hanya sedikit dalam urin
6. Klorida, terutama diekskresikan sebagai natrium klorida
7. Sulfur, berasal dari protein yang mengandung sulfur dari makanan
8. Fosfat di urin adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat
9. Oksalat dalam urin rendah
10. Mineral, natrium, kalsium, kalium dan magnesium ada sedikit dalam urin
11. Vitamin, hormone, dan enzim ditemukan dalam urin dengan jumlah kecil.
Unsur – unsur abnormal
dari urine:
1.
Protein: proteinuria
(albuminuria) yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin
2.
Glukosa: glukosaria
tidak tetap dapat ditemukan setelah stress emosi, 15% kasus glikosuria tidak
karena diabetes.
3.2Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosaoksidase (GOD), peroksidase (POD), dan zat warna.
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosaoksidase (GOD), peroksidase (POD), dan zat warna.
3.3Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotei.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotei.
3.4Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urin bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urin bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
3.5Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urin oleh ginjal.
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urin oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen
dalam urin terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan
urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar
untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi
hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab
apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis
hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi
usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun
dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah
(jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis,
diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh
setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit.
Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
3.6Keasaman
(pH)
Filtrat glomerular plasma darah
biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi
sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih
dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang
basa menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur) adalah yang
lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa
jug adapt mempengaruhi pH urin.
Urin yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urin basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urin, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urin yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urin dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Urin yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urin basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urin, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urin yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urin dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan
yang dapat mempengaruhi pH urine :
·
pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis
sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
·
pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam
pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis
respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urin dan meningkatkan ekskresi
NH4+), terapi pengasaman.
3.7Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas
urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel
acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine
pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam
nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi
dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urin.
BJ urin yang rendah persisten menunjukkan gangguan
fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urin malam > 500 ml dan
BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien
baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena
untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah.
Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut
non-glukosa.
3.8Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil
positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes
carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase
serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan
adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan
metode mikroskopik sedimen urin.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas
dalam urin yang disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis
dalam urin juga dapat terjadi karena urin encer, pH alkalis, urin didiamkan
lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam
pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga
sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat
molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam
urin.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan
laboratorium :
·
Hasil positif palsu dapat terjadi bila urin tercemar
deterjen yang mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria
yang mengandung peroksidase.
·
Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung
vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi,
protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang
menstruasi dapat memberikan hasil positif.
3.9Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urin, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
3.9Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urin, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya
intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan
rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal),
gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil
kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
3.10Nitrit
Di dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urin memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Di dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urin memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium :
·
Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in
vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh
obat (fenazopiridin).
·
Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian
menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah
metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar
asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau
berat jenis urine tinggi.
3.11Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat
dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan
kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang
lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan
memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila
kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl),
berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung
cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan
pengawet formaldehid. Urin basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
BAB 4
PENUTUP
·
Urinalisis adalah tes
yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran
kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah
tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar