Kamis, 15 Februari 2018

urinalisis


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
Urin atau bisa juga disebut sebagai air seni atau air kencing adalah cairan sisa dari hasil metabolisme tubuh yang di ekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Sitem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sistem ini mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:
1.      Filtrasi Glomerular, yaitu   filtrasi plasma darah oleh Glomerulus
2.      Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3.      Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organic dan ion hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin merugikan.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum bahwa urin adalah zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan adanya zat sisa metabolisme tubuh yang harus dibuang karena zat sisa tersebut akan menimbulkan racun dalam tubuh jika tidak dibuang.
Urin tidak hanya merupakan cairan buangan hasil metabolisme yang harus dibuang karena merupakan cairan tidak berguna, namun urin juga bisa digunakan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit atau infeksi yang terjadi dalam tubuh seseorang misalnya seseorang tersebut menderita suatu penyakit di area genitalia atau infeksi saluran kemih maka pada pemeriksaan urin akan ditemukan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi tesebut. Dalam urin terdapat mikroorganisme karena pada organ genitalia, saluran kemih terdapat flora normal di dalamnya namun jika terjadi suatu infeksi, maka dapat dipastikan bahwa ada flora lain yang menyebabkan infelsi tersebut.
Diagnosa penyakit tidak hanya bisa ditentukan dengan adanya mikroorganisme, namun juga bisa ditentukan dengan ditemukannya senyawa-senyawa yang ada dalam urin. Senyawa-senyawa tersebut akan diputuskan sebagai diagnostik suatu penyakit jika kadarnya dalam urin berlebihan.



1.2  Rumusan Masalah
-      Bagaimana pemeriksaan urinalisis ?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan umum     : untuk mengetahui proses pemeriksaan urinalisis
Tujuan khusus    : untuk mengetahui proses pemeriksaan urinalisis, hasil pemeriksaan urinalisis, dan diagnostik penyakit dari pemeriksaan urinalisis
































BAB 2

Landasan teori
2.1  Pengertian
Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang memeriksa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam urin. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.
Manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain:
1.      Diagnostik infeksi saluran kemih
2.      Pemeriksaan batu ginjal
3.      Pemeriksaan ginjal
4.      Skrining kesehatan
5.      Evaluasi berbagai penyakit ginjal
6.      Memantau perkembangan penyakit ginjal

2.2  Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan dengan mengamati keadaan yang ada pada sampel urin meliputi:
1.      Warna
Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit atau infeksi.
·         Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan urobilin.
·         Urin encer hampir tidak berwarna
·         Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang
Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah :
·         Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
·         Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
·         Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
·         Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
·         Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
·         Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
·         Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.




2.      Berat jenis
Pengukuran berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer. Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala 1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada temperatur 60oF atau 15,5 oC.

Prosedur pemeriksaan:
40 mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur, lepas pelan-pelan urinometer ke dalam gelas ukur.
Pembacaan:
Rumus : berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001

3.      pH urin
pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang dicelupkan ke dalam urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan pada skala pH yang ada pada bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa harus memiliki pH asam karena jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak karena aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum menjadi amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut membutuhkan waktu tidak 1 menit 2 menit jadi bisa dikatakan jika ph urin tersebut sudah berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut juga sudah berubah baik bentuk maupun struktur kimia (rusak, teroksidasi, kadar turun, dll) sehingga tidak baik digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan.

4.      Kejernihan urin
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.

5.      Volume urin
Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.

6.      Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan buih namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein. Pada urin yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin.

7.      Bau
Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan.

2.3  Pemeriksaan mikroskopis
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memutar (centrifuge) urin lalu mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir; unsur anorganik (kristal, garam amorf); elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa).
1.    Eritrosit
Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.
2.    Leukosit
Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0 – 4 sel. Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.
3.    Epitel
Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.
4.    Silinder (cast)
Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal.
5.    Kristal
Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu.
6.    Benang lendir
Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih.

2.4  Pemeriksaan kimia
a.      Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urin dan kemudian dipanaskan.  Hasilnya adalah larutan yang semula berwarna biru menjadi biru kehijauan. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Benedict spesifik dengan gula pereduksi. Sehingga apabila hasil uji glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata karena ada endapan yang terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH bebas yang reaktif. Reaksinya adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Berikut ini adalah skala uji pemeriksaan glukosa:
No.
Warna
Hasil
1.
Biru
negatif
2.
Biru kehijauan
Ada gula
3.
Kuning kehijauan
1+
4.
Coklat kehijauan
2+
5.
Jingga-kuning
3+
6.
Merah bata dengan endapan
4+

b.      Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada percobaan ini menggunakan reagen millon. Setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes reagen millon maka larutan yang awalnya berwarna putih keruh, tetap tidak terjadi perubahan yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh.
Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine, sehingga tidak didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen millon yaitu:
         HgCl2          +       2HNO3           Hg(NO3)2      +  Cl2
(merkuri klorida)     (asam nitrat)        (merkuri nitrat)

c.        Pigmen Empedu
Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urin dengan baik dan benar. Hasilnya terdapat buih yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif jika buih yang dihasilkan berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi positif ditandai dengan buih berwarna kuning.


ANALISIS DIPSTICK

Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.


PROSEDUR TES

Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.
























BAB 3

PEMBAHASAN
3.1 Pengertian  
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Sebelum menilai hasil analisa urine, perlu diketahui tentang proses pembentukan urine. Urin  merupakan hasil metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan di pelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain (dr.Wirawan, Tanpa Tahun).
Pada praktikum urinalisis ini, praktikan melakukan pengujian terhadap urin laki-laki. Praktikum ini meliputi beberapa pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urin, berat jenis, dan pH), analisis kimia (uji glukosa, uji protein, dan pigmen empedu), serta analisis mikroskopis. Bahan urin yang diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan pengumpulan bahan urin segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori oleh bahwa apabila terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, urin menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif.
Urinalisis, istilah untuk tes urine umum, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan seseorang, mendiagnosis kondisi medis seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang. Tidak semua tes pada urine disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes narkoba. Berdasarkan hasil urinalisis, kita akan mengetahui apakah kondisi kita baik atau buruk secara medis, biasanya dibuat berdasarkan tiga pemeriksaan, yaitu analisis fisik, analisis kimiawi, dan analisis mikroskopis (Husada, 2010).

Sifat – sifat urine adalah:
1.      Volume urin normal orang dewasa 600 – 25000 ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.
2.      Berat jenis berkisar antara 1,003 – 1,030
3.      Reaksi urin biasanya asam dengan pH kurang dari 6(berkisar 4,7 – 8). Bila masukan protein tinggi, urin menjadi asam sebab fosfor dan sulfat berlebihan dari hasil metabolism protein.
4.      Warna urin normal adalah kuning pucat atau ambar. Pigmen utamanya urokrom, sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada keadaan demam, urin berwarna kuning tua atau kecoklatan. Pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urin menjadi hijau, coklat atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi warna seperti asap sampai merah pada urin.
5.      Urin segar beraroma sesuai dengan zat – zat yang dimakannya.

Unsur – unsur normal dalam urine misalnya adalah:
1.      Urea yang lebih dari 25 – 30 gram dalam urin.
2.      Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urin segar
3.      Kreatinin dan keratin, normalnya 20 – 26 mg/kg pada laki – laki,  pada perempuan 14 – 22 mg/kg.
4.      Asam urat, adalah hasil akhir terpenting oksidasi purine dalam tubuh
5.      Asam amino, hanya sedikit dalam urin
6.      Klorida, terutama diekskresikan sebagai natrium klorida
7.      Sulfur, berasal dari protein yang mengandung sulfur dari makanan
8.      Fosfat di urin adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat
9.      Oksalat dalam urin rendah
10.  Mineral, natrium, kalsium, kalium dan magnesium ada sedikit dalam urin
11.  Vitamin, hormone, dan enzim ditemukan dalam urin dengan jumlah kecil.

Unsur – unsur abnormal dari urine:
1.      Protein: proteinuria (albuminuria) yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin
2.      Glukosa: glukosaria tidak tetap dapat ditemukan setelah stress emosi, 15% kasus glikosuria tidak karena diabetes.

3.2Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosaoksidase (GOD), peroksidase (POD), dan zat warna.

3.3Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotei.

3.4Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urin bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.

3.5Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urin oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urin terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

3.6Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urin.

Urin yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urin basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urin, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urin yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urin dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.




Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
·         pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
·         pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urin dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

3.7Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urin.
BJ urin yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urin malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.


3.8Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urin.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urin yang disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urin juga dapat terjadi karena urin encer, pH alkalis, urin didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urin.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Hasil positif palsu dapat terjadi bila urin tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
·         Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.

3.9Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urin, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.

3.10Nitrit
Di dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urin memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
·         Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.

3.11Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urin basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.










BAB 4


PENUTUP

·         Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.





















DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar